ASPEK STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN
Pengertian Translasi
Translation
Pengertian Translasi Translation
adalah proses pernyataan kembali informasi laporan keuangan dari satu mata uang
ke mata uang lain. Isu kurs dikombinasikan dengan berbagai methode translasi
yang dapat digunakan dan perlakuan “Laba/Rugi” translasi yang berbeda membuat
perbandingan hasil-hasil laporan keuangan dari satu perusahaan ke perusahaan
lain atau perusahaan yang sama dalam periode yang berbeda menjadi hal yang
sulit. Lana Sularto. Translasi mata uang asing adalah proses pelaporan
informasi keuangan dari satu mata uang ke mata uang lainnya.
Translasi mata uang asing dilakukan
untuk mempersiapkan laporan keuangan gabungan yang memberikan laporan pada
pembaca informasi mengenai operasional perusahaan secara global, dengan
memperhitungkan laporan keuangan mata uang asing dari anak perusahaan terhadap
mata uang asing induk perusahaan.
Alasan translasi
Tiga alasan tambahan dilakukannya translasi mata uang asing, yaitu:
A. mencatat transaksi mata uang asing;
B. memperhitungkan efeknya perusahaan
terhadap translasi mata uang; dan
C. berkomunikasi dengan peminat saham
asing.
Alasan translasi Perusahaan dengan
operasi luar negeri yaitu Perusahaan dengan operasi yang luas, tidak dapat
menyiapkan laporan keuangan konsolidasi jika akun-akun mereka dan akun-akun
subsidiaries tidak diungkapkan dalam satu mata uang. Skala kegiatan investasi
internasional yang meluas saat ini meningkatkan kebutuhan penyampaian informasi
kepada pembaca di negara lain yg signifikan menyusun laporan keuangan
konsolidasi yang memungkinkan para pembaca laporan untuk mendapatkan pemahaman
yang holistic atas operasi perusahaan, baik domestic dan luar negeri . Lana
Sularto.
Alasan translasi Alasan lain :
·
Mencatat
transaksi valuta asing
·
Melaporkan
aktivitas cabang internasional & anak perusahaan
·
Melaporkan
hasil operasi independen di luar negeri . Lana Sularto.
Transaksi mata
uang bisa terjadi langsung di pasar spot, pasar forward, atau pasar swap.
Kurs pasar spot dipengaruhi berbagai faktor,
termasuk juga perbedaan tingkat inflasi antar negara, perbedaan pada saham
nasional, dan ekspektasi mengenai arah tingkat mata uang selanjutnya. Kurs ini
bersifat langsung atau tidak langsung.
Kurs pada pasar forward adalah
persetujuan untuk mentranslasikan sejumlah mata uang yang telah ditetapkan
untuk masa yang akan datang. Transaksi pada pasar forward
mendapatkan potongan atau premi dari pasar spot, atau sebagai tingkat palsu
pasar forward.
Transaksi kurs swap melibatkan pembelian spot
dan penjualan forward yang simultan, atau penjualan spot dan pembelian forward
mata uang.
Translasi Mata Uang Asing dan Inflasi
Hubungan terbalik antara tingkat inflasi sebuah negara dengan nilai
eksternal mata uangnya telah ditunjukkan secara empiris. Sehingga penggunaan
kurs saat ini untuk mentranslasikan biaya asset nonmoneter yang bertempat dalam
kondisi yang cenderung berinflasi akan menghasilkan padanannya mata uang
domestic jauh di bawah nilai aslinya.
Evaluasi dan pemilihan metode translasi mata uang asing. Metode
konversi mata uang
Diseluruh dunia setidaknya dikenal 4 jenis metode konversi mata uang,
yaitu :
1. Metode Current/Non current
Metode ini merupakan metode yang paling tua di antara metode konversi
mata uang. Dengan metode ini, semua asset dan kewajiban lancer dari
cabang-cabang perusahaan dikonversikan dalam mata uang Negara asal dengan kurs
saat ini, yaitu kurs pada saat neraca disusun. Sedang asset dan kewajiban yang
tidak lancar (noncurrent),seperti biaya depresiasi, dikonversikan pada kurs histories,
yaitu kurs pada saat asset diperoleh ataupun pada saat kewajiban terjadi. Oleh
karena itu, cabang perusahaan di luar negeri yang memiliki modal kerja yang
dinilai positif dalam mata uang local akan meningkatkan resiko rugi
(translation loss) akibat devaluasi dengan metode current/non current.
Sebaliknya bila modal kerja ternyata negative dinilai dalam mata uang local
berarti terdapat keuntungan (translation gain) akibat revaluasi dengan metode
tersebut.
Namun demikian, metode ini tidak mempertimbangkan unsur ekonomis.
Menggunakan kurs akhir tahun untuk mentranslasikan aktiva lancar secara tidak
langsung menunjukkan bahwa kas, piutang, dan persediaan dalam mata uang asing
sama-sama menghadapi risiko nilai tukar. Hal ini tentu tidak tepat. Sebaliknya,
translasi utang jangka panjang berdasarkan kurs histories mengalihkan pengaruh
mata uang yang berfluktuasi kedalam tahun penyelesaian.
2. Metode Monetary/non monetary
Asset moneter (terutama kas, surat-surat berharga, piutang, dan piutang jangka
panjang) dan kewajiban moneter (terutama utang lancar dan utang jangka panjang)
dikonversi pada kurs saat ini. Sedang pos-pos nonmoneter, seperti stock barang,
asset tetap, dan investasi jangka panjang, dikonversi pada kurs histories.
Pos-pos dalam laporan laba/rugi dikonversi pada kurs rata-rata pada
periode tersebut, kecuali untuk pos penerimaan dan biaya yang berkaitan dengan
asset dan kewajiban non moneter. Biaya depresiasi dan biaya penjualan
dikonversi pada kurs yang sama dengan pos dalam neraca. Akibatnya, biaya
penjualan bisa saja dikonversi dengan kurs yang berlainan dengan kurs yang
digunakan untuk mengkonversi penjualan. Perlu diperhatikan bahwa metode
moneter-non moneter bergantung pada klasifikasi skema neraca untuk menentukan
kurs translasi yang tepat. Hal ini dapat menghasilkan hasil yang kurang tepat.
Metode ini juga akan mendistorsikan marjin laba karena menandingkan penjualan
berdasarkan harga dan kurs translasi kini dengan biaya penjualan yang diukur
sebesar biaya perolehan dan kurs translasi histories.
3. Metode temporal
Dengan menggunakan metode temporal, translasi mata uang merupakan proses
konversi pengukuran atau penyajian ulang nilai tertentu. Metode tidak mengubah
atribut suatu pos yang diukur, malainkan hanya mengubah unit pengukuran.
Translasi saldo-saldo dalam mata uang asing menyebabkan pengukuran ulang
denominasi pos-pos tersebut, tetapi bukan penilaian sesungguhnya.
Metode ini merupakan modifikasi dari metode moneter/non moneter.
Perbedaannya, dalam metode moneter/non moneter, persediaan (inventory) selalu
dikonversi dengan kurs histories. Sedang dalam metode temporal, persediaan
umumnya dikonversi dengan kurs histories, namun bisa saja dikonversi dengan
kurs saat ini apabila persediaan tersebut dicatat dalam neraca dengan nilai
pasarnya. Secara teoritis, metode temporal lebih menekankan pada evalusai biaya
(histories ataukah pasar).
Pos-pos dalam laporan laba/rugi umumnya dikonversi dengan kurs rata-rata
pada periode laporan. Sedang biaya penjualan, cicilan utang, dan depresiasi
yang berkaitan dengan pos-pos dalam neraca dikonversi dengan kurs histories
(harga di masa lalu).
4. Metode Current rate
Metode ini merupakan metode yang paling mudah
karena semua pos neraca dan laba/rugi dikonversi dengan kurs saat ini. Metode
ini direkomendasi oleh Ikatan Akuntan Inggris, Skotlandia, dan Wales, serta
secara luas digunakan oleh perusahaan-perusahaan Inggris. Dengan metode ini,
bila asset yang didenominasi dalam valas melebihi kewajiban dalam valas, suatu
devalusai akan menghasilkan kerugian. Variasi dari metode ini adalah
mengkonversi semua asset dan kewajiban, kecuali asset tetap bersih yang
dinyatakan dengan kurs saat ini.
Laporan
Keuangan Mata Uang Asing
Berdasarkan ruang lingkup penerapan, terdapat
dua standar akuntansi keuangan yang diterbitkan oleh DSAK-IAI yang digunakan
sebagai basis penyusunan laporan keuangan, yaitu Standar Akuntansi Keuangan
(SAK) yang berbasis Internasional Financial Reporting Standards dan Standar
Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP). SAK-ETAP
digunakan sebagai basis penyusunan laporan keuangan bertujuan umum (general
financial statements) untuk entitas yang tidak memiliki akuntabilitas
publiksignifikan.
Suatu
entitas tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan yaitu ketika entitas
tidak termasuk dalam salah satu dari dua kategori berikut ini, yaitu:
i.
entitas yang telah mengajukan pernyataan
pendaftaran, atau dalam proses pengajuan pernyataan pendaftaran, pada otoritas
pasar modal atau regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di pasar modal;
atau
ii.
entitas menguasai aset dalam kapasitas sebagai
fidusia untuk sekelompok besar masyarakat, seperti bank, entitas asuransi,
pialang adan atau pedagang efek, dana pensiun, reksa dana dan bank investasi.
Namun
demikian entitas yang termasuk dalam dua kategori tersebut dapat menerapkan
SAK-ETAP sebagai basis penyusunan laporan keuangan ketika otoritas yang
berwenang membuat regulasi yang mengizinkan penggunaan SAK-ETAP. Pilihan untuk
menerapkan SAK-ETAP sebagai basis penyusunan laporan keuangan bersifat
voluntary.
Entitas
yang memilih untuk tidak menggunakan SAK-ETAP dalam penyusunan laporan keuangan
maka entitas tersebut harus menggunakan SAK yang berbasis IFRS. Demikian juga
entitas yang memiliki akuntabilitas publik signifikan (entitas yang termasuk
dalam dua kategori diatas) harus menggunakan SAK sebagai basis penyusunan
laporan keuangan.
Pengaturan
Mata Uang Dalam SAK-ETAP
Dalam
SAK-ETAP Bab 25 Mata Uang Pelaporan diperkenalkan beberapa istilah terkait
dengan mata uang, yaitu mata uang fungsional, mata uang pelaporan, dan mata
uang pencatatan. Mata uang fungsional adalah mata uang utama dalam arti
substansi ekonomi, yaitu mata uang utama yang dicerminkan dalam kegiatan
operasi entitas. Mata uang pelaporan adalah mata uang yang digunakan dalam
menyajikan laporan keuangan. Sedangkan mata uang pencatatan adalah mata uang
yang digunakan oleh entitas untuk membukukan transaksi.
Dalam
Bab tersebut diatur bahwa mata uang pelaporan yang digunakan entitas di
Indonesia untuk menyusun laporan keuangan adalah mata uang Rupiah. Entitas
dapat menggunakan mata uang selain Rupiah sebagai mata uang pelaporan hanya
jika mata uang tersebut memenuhi kriteria sebagai mata uang fungsional.
Sedangkan untuk pencatatan transaksi diatur bahwa mata uang yang digunakan
sebagai mata uang pencatatan harus sama dengan mata uang pelaporan. Dengan kata
lain bahwa pada umumnya laporan keuangan entitas di Indonesia disajikan dalam
mata uang Rupiah.
Demikian
pula pencatatan transaksi juga dilakukan dalam mata uang Rupiah. Entitas dapat
menggunakan mata uang selain Rupiah (misal Dollar Amerika Serikat) sebagai mata
uang pelaporan dan mata uang pencatatan hanya jika mata uang Dollar Amerika
Serikat tersebut memenuhi kriteria sebagai mata uang fungsional.
Oleh
karena itu, mata uang fungsional dapat merupakan mata uang Rupiah atau selain
Rupiah, bergantung pada fakta substansi ekonominya. Suatu mata uang
dikategorikan sebagai mata uang fungsional menurut SAK-ETAP apabila memenuhi
seluruh indikator yaitu:
(i)
indikator arus kas, yaitu arus kas yang berhubungan dengan kegiatan utama
entitas didominasi oleh mata uang tertentu;
(ii)
indikator harga jual, yaitu harga jual produk entitas dalam periode jangka
pendek sangat dipengaruhi oleh pergerakan nilai tukar mata uang tertentu atau
produk entitas secara dominan dipasarkan untuk ekspor; dan
(iii)
indikator biaya, yaitu biaya-biaya entitas secara dominan sangat dipengaruhi
oleh pergerakan mata uang tertentu.
Pendekatan
pembobotan pada setiap indikator tersebut dapat dilakukan ketika menentukan
mata uang fungsional, namun entitas harus memberikan bobot paling besar untuk
indicator arus kas. Demikian pula entitas disyaratkan untuk menggunakan
pertimbangan professional dengan mempertimbangkan aspek operasi dan kegiatan
rinci entitas, namun harus dilakukan dengan tingkat relevansi dan keandalan
yang paling tinggi. Sehingga entitas memiliki tolok ukur yang konsisten dalam
penentuan mata uang fungsional.
Implikasi
atas pengaturan mata uang pelaporan dan mata uang pencatatan adalah dampak
selisih kurs akibat transaksi yang didenominasikan pada mata uang selain mata
uang pelaporan dan pencatatan. Mata uang fungsional dianggap sebagai mata uang
dasar dalam menentukan nilai tukar atau dalam perhitungan selisih kurs.
Transaksi
yang didenominasikan selain mata uang fungsional harus ditranslasikan ke mata
uang fungsional dengan menggunakan kurs yang terjadi pada tanggal transaksi.
Pada akhir periode, saldo-saldo posmoneter yang didenominasikan dalam mata uang
asing dilaporkan ke dalam mata uang pelaporan dengan menggunakan kurs penutup.
Sedangkan
untuk akun-akun nonmoneter dilaporkan dengan menggunakan kurs transaksi.
Selisih kurs yang terjadi dicatat dalam laporan laba rugi. Akun moneter adalah
akun SAK-ETAP juga mengatur bahwa entitas diharuskan untuk mengubah mata uang
pencatatan dan pelaporan ke Rupiah, jika mata uang fungsional berubah dari
bukan Rupiah ke Rupiah.
Keputusan
perubahan tersebut hanya dapat dilakukan jika terjadi perubahan substansi
ekonomi dari mata uang fungsional.
Pengaturan
Mata Uang Dalam SAK
SAK
mengatur perihal mata uang dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 10
(2010): Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing (PSAK 10). Pada dasarnya PSAK 10
mengatur bahwa setiap entitas harus mencatat transaksi keuangan dalam pembukuan
entitas dengan menggunakan basis pengukuran yang dinyatakan dalam mata uang
fungsionalnya.
Oleh
karena itu, setiap entitas harus mengevaluasi dan menentukan apa mata uang
fungsionalnya. Transaksi yang dilakukan dalam valuta asing (valuta selain dalam
mata uang fungsional) harus dijabarkan ke dalam mata uang fungsional dengan
menggunakan kurs spot pada tanggal transaksi.
Pada
akhir periode pelaporan, saldo-saldo pos moneter dalam valuta asing dinilai
ulang ke dalam mata uang fungsional dengan menggunakan kurs penutup pada
tanggal pelaporan. Sedangkan pos nonmoneter dalam valuta asing dijabarkan
dengan menggunakan kurs pada tanggal transaksi (saldo tercatat). Selisih kurs
yang terjadi diakui dalam laporan laba rugi.
Dalam
hal entitas melaksanakan pembukuan dan pencatatan dalam mata uang selain mata
uang fungsionalnya, maka pada saat menyiapkan laporan keuangan entitas
menjabarkan semua jumlah-jumlah dalam pembukuan ke dalam mata uang fungsional
dengan menggunakan prosedur:
(i)
pos moneter menggunakan kurs penutup dan
(ii)
pos nonmoneter menggunakan kurs pada tanggal transaksi.
Sehingga
saldo yang dihasilkan setelah prosedur tersebut dilakukan akan sama dengan
saldo pembukuan ketika dilakukan dalam mata uang fungsional. Kemudian, PSAK 10
menyatakan bahwa pada umumnya laporan keuangan entitas di Indonesia disusun
dalam mata uang Rupiah. PSAK 10 juga mengatur bahwa setiap entitas dapat
menyajikan laporan keuangan dalam mata uang fungsional atau mata uang yang
berbeda.
Perbedaan
mata uang tersebut terjadi karena berbagai sebab diantaranya karena :
(i)
untuk tujuan konsolidasi bagi entitas induknya di luar negeri yang mata uang
penyajiannya berbeda dengan entitas lokal,
(ii)
mata uang fungsional entitas tersebut ternyata berbeda dengan mata uang pembukuan
dan/atau penyajian laporan keuangan yang diizinkan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku,
(iii)
untuk tujuan memenuhi kebutuhan kelompok investor tertentu, atau
(iv)
sebab lainya.
Ketika
laporan keuangan disajikan dalam mata uang yang berbeda dengan mata uang
fungsional maka entitas menjabarkan saldo-saldo pembukuan dalam mata uang
fungsional ke dalam mata uang penyajian dengan menggunakan kurs sebagai
berikut:
(i)
asset dan liabilitas untuk setiap laporan posisi keuangan yang disajikan (termasuk
komparatif) dijabarkan dengan menggunakan kurs penutup pada tanggal laporan
posisi keuangan tersebut,
(ii)
penghasilan dan beban untuk setiap laporan laba rugi komprehensif dijabarkan
dengan menggunakan kurs pada tanggal transaksi, dan
(iii)
semua selisih kurs yang dihasilkan diakui dalam pendapatan komprehensif lain.
Prosedur
ini hanya berlaku dalam kondisi ketika mata uang fungsional entitas bukan suatu
mata uang dari kondisi ekonomi hiperinflasi (yaitu kondisi ekonomi ketika
akumulasi tingkat inflasi dalam tiga tahun terakhir melebihi 100%).
Dalam
PSAK 10, mata uang fungsional didefinisikan sebagai mata uang pada lingkungan
ekonomi utama dimana entitas beroperasi, yaitu lingkungan entitas dimana
menghasilkan dan mengeluarkan kas. Dalam menentukan mata uang fungsional
entitas mempertimbangkan factor berikut ini sebagai faktor utama, yaitu:
(a)
mata uang yang paling berpengaruh terhadap harga jual barang dan jasa dan dari
Negara yang kekuatan persaingan dan peraturannya sebagian besar menentukan harga
jual barang dan jasa entitas,
(b)
mata uang yang paling mempengaruhi biaya tenaga kerja, bahan baku, dan biaya
lain dari pengadaan barang dan jasa.
Selain
itu, entitas juga dapat menambahkan faktor-faktor berikut ini sebagai factor
tambahan dalam menentukan mata uang fungsional, yaitu:
(a)
mata uang yang mana dari aktivitas pendanaan dihasilkan atau
(b)
mata uang yang mana penerimaan dari aktivitas operasi pada umumnya ditahan.
Demikian
juga dalam hal entitas memiliki kegiatan usaha luar negeri, maka dalam
menentukan mata uang fungsional juga perlu mempertimbangkan sifat dan
karakteristik dari kegiatan usaha luar negeri. Apabila berbagai indikator
tersebut bercampur dan mata uang fungsional tidak jelas, maka manajemen
menggunakan pertimbangannya untuk menentukan mata uang fungsional yang paling
tepat menggambarkan pengaruh ekonomi dari transaksi, peristiwa dan kondisi yang
mendasari.
Oleh
karena itu, mata uang fungsional tidak berubah hingga kemudian terdapat
perubahan pada transaksi, peristiwa dan kondisi yang mendasari tersebut.
Simpulan
Aspek Standar Akuntansi Keuangan
Fokus
pengaturan mata uang dalam SAK-ETAP maupun SAK terletak pada penentuan mata
uang fungsional dan pengakuan dampak selisih kurs yang terjadi. SAK
mensyaratkan pengukuran transaksi untuk kemudian dicatat dalam pembukuan harus
dengan menggunakan mata uang fungsional. Sedangkan laporan keuangan dapat
disajikan dalam mata uang fungsional maupun mata uang yang berbeda. Sedikit
berbeda pengaturan dalam SAK-ETAP, bahwa pada umumnya pembukuan dan laporan
keuangan di Indonesia disajikan dalam Rupiah.
Entitas
yang menggunakan SAK-ETAP dapat menyajikan laporan keuangan selain dalam mata
uang Rupiah ketika mata uang tersebut memenuhi kriteria sebagai mata uang
fungsional.
Dikutip
dari tulisan Pak Tarkosunaryo (Ketua Ikatan Akuntan Publik Indonesia)
ORGANISASI NIRLABA
Organisasi
nirlaba memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan organisasi yang
berorientasi kepada laba. Dalam menjalankan kegiatannya,
organisasi nirlaba tidak semata-mata digerakkan
oleh tujuan untuk mencari laba. Meski demikian not-for-profit juga harus
diartikan sebagai not-for-loss. Oleh karena itu, organisasi nirlaba
selayaknya pun tidak mengalami defisit. Adapun bila organisasi nirlaba
memperoleh surplus, maka surplus tersebut akan dikontribusikan kembali untuk
pemenuhan kepentingan publik,
dan bukan untuk memperkaya pemilik organisasi nirlaba tersebut.
Dalam
hal kepemilikan, kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus
kembali sebagaimana pada organisasi bisnis.
Selain itu, kedua jenis organisasi tersebut bereda dalam hal cara organisasi
memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas
operasinya. Organisasi nirlaba umumnya memperoleh sumber daya dari sumbangan
para anggota dan donatur lain, yang idealnya, tidak mengharapkan
adanya pengembalian atas donasi yang mereka berikan.
Lebih
lanjut, walaupun tidak
meminta adanya pengembalian, namun para donatur sebagai salah satu stakeholder
utama organisasi nirlaba tentunya mengharapkan adanya pengembalian atas sumbangan yang mereka berikan. Para donatur
ini, baik mempersyaratkan atau tidak, tentu tetap menginginkan
pelaporan serta pertanggungjawaban
yang transparan atas dana yang
mereka berikan. Para donatur ingin mengetahui
bagaimana dana
yang mereka berikan dikelola dengan baik dan dipergunakan untuk memberi manfaat bagi kepentingan
publik.
Untuk
itu, organisasi nirlaba perlu menyusun laporan keuangan. Hal ini bagi sebagian
organisasi nirlaba yang scope-nya masih kecil serta sumber daya-nya
masih belum memadai, mungkin akan menjadi hal yang menantang untuk dilakukan.
Terlebih karena organisasi nirlaba jenis ini umumnya lebih fokus pada
pelaksanaan program ketimbang mengurusi administrasi. Namun, hal
tersebut tidak boleh
dijadikan alasan karena organisasi nirlaba tidak boleh hanya mengandalkan pada
kepercayaan yang diberikan para donaturnya. Akuntabilitas sangat diperlukan
agar dapat dapat memberikan informasi yang relevan dan dapat diandalkan kepada donatur, regulator, penerima manfaat dan publik secara umum.
Menurut
PSAK 45, organisasi nirlaba perlu menyusun setidaknya 4 jenis laporan keuangan
sebagai berikut:
1. Laporan posisi
keuangan (neraca) pada akhir periode laporan
2. Laporan aktivitas
untuk suatu periode pelaporan
3. Laporan arus kas
untuk suatu periode pelaporan
4. Catatan atas laporan
keuangan
Dari keempat jenis laporan tersebut,
dapat dicermati bahwa laporan keuangan organisasi nirlaba mirip dengan
organisasi bisnis, kecuali pada 3 hal utama, yaitu:
a.
Komponen
laporan posisi keuangan organisasi nirlaba memiliki beberapa keunikan bila
dibandingkan dengan komponen laporan keuangan organisasi bisnis. Hal ini akan
dijelaskan pada bagian berikutnya.
b.
Organisasi
nirlaba tidak memiliki laporan laba rugi, namun laporan ini dapat dianalogikan
dengan laporan aktivitas. Informasi sentral dalam laporan laba rugi umumnya
terletak pada komponen laba atau rugi yang dihasilkan organisasi bisnis dalam
satu periode. Sementara itu, informasi sentral dalam laporan aktivitas terletak
pada perubahan aset neto yang dikelola oleh organisasi nirlaba.
c.
Organisasi
nirlaba tidak memiliki laporan perubahan ekuitas sebagaimana layaknya
organisasi bisnis. Hal ini disebabkan organisasi nirlaba tidak dimiliki oleh
entitas manapun. Ekuitas dalam organisasi nirlaba bisa dianalogikan dengan aset
neto yang akan disajikan pada laporan aktivitas. Aset neto tersebut terdiri
dari tiga jenis, sebagaimana dijelaskan berikut ini:
a.
Aset neto tidak terikat adalah sumber daya yang penggunaannya tidak dibatasi untuk tujuan tertentu oleh penyumbang.
Adapun bila sumbangan tersebut terikat, itu berarti sumbangan tersebut dibatasi
penggunaannya oleh penyumbang untuk tujuan tertentu. Pembatasan tersebut dapat
bersifat permanen atau temporer.
b.
Aset neto terikat temporer
adalah sumber daya yang pembatasan
penggunaannya dipertahankan sampai dengan periode tertentu atau sampai dengan
terpenuhinya keadaan tertentu. Pembatasan penggunaan ini bisa ditetapkan oleh
donatur maupun oleh organisasi nirlaba itu sendiri (misal: untuk melakukan
ekspansi, atau untuk membeli aset tertentu).
c.
Aset neto terikat permanen
adalah sumber daya yang pembatasan
penggunaannya dipertahankan secara permanen. Namun demikian, organisasi nirlaba
diizinkan untuk menggunakan sebagian atau semua penghasilan atau manfaat
ekonomi lainnya yang berasal dari sumber daya tersebut. Contoh aset jenis ini
adalah dana abadi, warisan, maupun wakaf.
Meski
PSAK 45 didedikasikan bagi organisasi nirlaba, namun standar ini juga dapat
diterapkan oleh lembaga pemerintah, dan unit-unit sejenis lainnya. Namun perlu
dicatat bahwa penerapan pada organisasi selain nirlaba tersebut hanya dapat dilakukan
sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jenis dan Komponen Laporan Keuangan
Organisasi Nirlaba
Laporan keuangan organisasi nirlaba
meliputi (1) laporan posisi keuangan pada akhir periode laporan, (2) laporan
aktivitas serta (3) laporan arus kas untuk suatu periode pelaporan, dan (4)
catatan atas laporan keuangan.
1.
Laporan
Posisi Keuangan / Neraca
Laporan ini
bertujuan untuk menyediakan informasi mengenai aset, kewajiban, dan aset bersih
dan informasi mengenai hubungan di antara unsur-unsur tersebut pada waktu
tertentu. Informasi ini dapat membantu para penyumbang, anggota organisasi,
kreditur dan pihak-pihak lain untuk menilai:
a)
kemampuan
organisasi untuk memberikan jasa secara berkelanjutan, dan
b)
likuiditas,
fleksibilitas keuangan, kemampuan untuk memenuhi kewajibannya, serta kebutuhan
pendanaan eksternal.
Lebih
lanjut, komponen dalam laporan posisi keuangan mencakup:
Aset
a. Kas dan setara kas;
Bila ada kas atau
aset lain yang dibatasi penggunaanya oleh penyumbang, maka hal ini harus
disajikan terpisah dari kas atau aset lain yang tidak terikat penggunaannya.
b. Piutang (misalnya: piutang pasien,
pelajar, anggota, dan penerima jasa yang lain);
c. Persediaan;
d. Sewa, asuransi, dan jasa lainnya
yang dibayar di muka;
e. Surat berharga/efek dan investasi
jangka panjang;
f. Tanah, gedung, peralatan, serta aset
tetap lainnya yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa, dan lain-lain.
Bila dilihat dari susunan tersebut,
dapat dipahami bahwa penyajian aset pada laporan posisi keuangan suatu
organisasi nirlaba juga diurutkan berdasarkan likuiditasnya – kemampuan suatu
aset untuk dengan mudah dikonversi menjadi kas.
Liabilitas
a. Utang
dagang;
b.
Pendapatan diterima dimuka;
c. Utang
jangka panjang, dan lain-lain
Dalam penyajiannya,
liabilitas tetap diurutkan berasarkan masa jatuh temponya.
Aset
Bersih
a. Aset bersih tidak terikat. Aset
bersih jenis ini umumnya meliputi pendapatan dari jasa, penjualan barang,
sumbangan, dan dividen atau hasil investasi, dikurangi beban untuk memperoleh
pendapatan tersebut. Batasan terhadap penggunaan aset bersih tidak terikat
dapat berasal dari sifat organisasi, lingkungan operasi, dan tujuan organisasi
yang tercantum dalam akte pendirian, serta dari perjanjian kontraktual dengan
pemasok, kreditur dan pihak lain yang berhubungan dengan organisasi.
b. Aset
bersih terikat temporer. Pembatasan ini bisa berupa pembatasan waktu maupun
penggunaan, ataupun keduanya. Contoh pembatasan temporer ini bisa berlaku
terhadap (1) sumbangan berupa aktivitas operasi tertentu, (2) investasi untuk
jangka waktu tertentu, (3) penggunaan selama periode tertentu dimasa depan,
atau (4) pemerolehan aset tetap. Informasi mengenai jenis pembatasan ini
dapat disajikan sebagai unsur terpisah dalam kelompok aset bersih terikat
temporer atau disajikan dalam catatan atas laporan keuangan.
c. Aset bersih terikat permanen.
Pembatasan ini bisa dilakukan terhadap (1) aset seperti tanah atau karya seni
yang disumbangkan untuk tujuan tertentu, untuk dirawat dan tidak untuk dijual,
atau (2) aset yang disumbangkan untuk investasi yang mendatangkan pendapatan
secara permanen. Kedua jenis pembatasan ini dapat disajikan sebagai unsur
terpisah dalam kelompok aset bersih yang penggunaannya dibatasi secara permanen
atau disajikan dalam catatan atas laporan keuangan.
Contoh laporan posisi keuangan:
2. Laporan
Aktivitas
Tujuan utama laporan aktivitas adalah
menyediakan informasi mengenai pengaruh transaksi dan peristiwa lain yang
mengubah jumlah dan sifat aset bersih, hubungan antar transaksi, dan peristiwa
lain, dan bagaimana penggunaan sumber daya dalam pelaksanaan berbagai program
atau jasa. Perubahan aset bersih dalam laporan aktivitas biasanya melibatkan 4
jenis transaksi, yaitu (1) pendapatan, (2) beban, (3) gains and losses,
dan (4) reklasifikasi aset bersih. Seluruh perubahan aset bersih ini nantinya
akan tercermin pada nilai akhir aset bersih yang disajikan dalam laporan
posisi keuangan.
Adapun informasi dalam laporan ini dapat
membantu para stakeholders untuk:
a) mengevaluasi
kinerja organisasi nirlaba dalam suatu periode,
b) menilai
upaya, kemampuan, dan kesinambungan organisasi dan memberikan jasa, dan
c) menilai
pelaksanaan tanggung jawab dan kinerja manajer.
Secara umum, ketentuan dalam Laporan
Aktivitas adalah sebagai berikut:
·
Pendapatan disajikan sebagai penambah aset
bersih tidak terikat, kecuali jika penggunaannya dibatasi oleh penyumbang.
·
Beban disajikan sebagai pengurang aset bersih
tidak terikat.
·
Sumbangan dapat disajikan sebagai penambah
aset bersih tidak terikat, terikat permanen, atau terikat temporer, tergantung
pada ada tidaknya pembatasan.
·
Jika ada sumbangan terikat temporer yang
pembatasannya tidak berlaku lagi dalam periode yang sama, maka sumbangan
tersebut dapat disajikan sebagai sumbangan tidak terikat sepanjang disajikan
secara konsisten dan diungkapkan sebagai kebijakan akuntansi.
·
Keuntungan dan kerugian dari investasi dan
aset (atau kewajiban) lain diakui sebagai penambah atau pengurang aset bersih
tidak terikat, kecuali jika penggunaannya dibatasi.
·
Selain dari ketiga jenis aset bersih yang ada
sebagaimana dijelaskan sebelumnya, organisasi nirlaba tetap berpeluang untuk
menambah klasifikasi aset bersih sekiranya diperlukan. Klasifikasi ini bisa
dilakukan menurut kelompok operasi atau non-operasi, dapat dibelanjakan atau
tidak dapat dibelanjakan, telah direalisasi atau belum direalisasi, berulang atau
tidak berulang, atau dengan cara lain yang sesuai dengan aktivitas organisasi.
Lebih lanjut, komponen dalam laporan
aktivitas mencakup:
Pendapatan
- Sumbangan;
- Jasa
layanan;
- Penghasilan
investasi.
Semua pendapatan
tersebut disajikan secara bruto. Namun, khusus untuk pendapatan investasi dapat
disajikan secara neto dengan syarat beban-beban terkait, seperti beban
penitipan dan beban penasihat investasi, diungkapkan dalam catatan atas laporan
keuangan. Komponen lain yang juga disajikan dalam jumlah neto adalah keuntungan
dan kerugian yang berasal dari transaksi insidental atau peristiwa lain yang
berada di luar pengendalian organisasi dan manajemen. Misalnya, keuntungan atau
kerugian penjualan tanah dan gedung yang tidak digunakan lagi.
Beban
- Beban
terkait program pemberian jasa. Aktivitas terkait dengan beban jenis ini
antara lain aktivitas untuk menyediakan barang dan jasa kepada para
penerima manfaat, pelanggan, atau anggota dalam rangka mencapai tujuan
atau misi organisasi.
- Beban
terkait aktivitas pendukung (meliputi semua aktivitas selain program
pemberian jasa). Umumnya, aktivitas pendukung mencakup:
·
Aktivitas manajemen dan umum, meliputi
pengawasan, manajemen bisnis, pembukuan, penganggaran, pendanaan, dan aktivitas
administratif lainnya.
·
Aktivitas pencarian dana, meliputi publikasi
dan kampanye pencarian dana; pengadaan daftar alamat penyumbang; pelaksanaan
acara khusus pencarian dana; pembuatan dan penyebaran manual, petunjuk, dan
bahan lainnya; dan pelaksanaan aktivitas lain dalam rangka pencarian dana dari
individu, yayasan, pemerintah dan lain-lain.
·
Aktivitas pengembangan anggota meliputi
pencarian anggota baru dan pengumpulan iuran anggota, hubungan dan aktivitas
sejenis
Perlu dicermati bahwa laporan aktivitas atau
catatan atas laporan keuangan harus menyajikan informasi mengenai beban menurut
klasifikasi fungsional, seperti menurut kelompok program jasa utama dan
aktivitas pendukung. Klasifikasi ini bermanfaat untuk membantu para stakeholders
dalam menilai pemberian jasa dan penggunaan sumber daya. Disamping
penyajian klasifikasi beban secara fungsional, organisasi nirlaba dianjurkan
untuk menyajikan informasi tambahan mengenai beban menurut sifatnya. Misalnya,
berdasarkan gaji, sewa, listrik, bunga, penyusutan.
Contoh laporan aktivitas
3.
Laporan
Arus Kas
Tujuan utama laporan arus kas adalah
menyajikan informasi mengenai penerimaan dan pengeluaran kas dalam suatu
periode. Adapun klasifikasi penerimaan dan pengeluaran kas pada laporan arus
kas organisasi nirlaba, sama dengan yang ada pada organisasi bisnis, yaitu:
arus kas dari aktivitas operasi, aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan.
Metode penyusunan laporan arus kas pun bisa menggunakan metode langsung (direct
method) maupun metode tidak langsung (indirect method).
Arus kas dari aktivitas operasi umumnya
berasal dari pendapatan jasa, sumbangan, dan dari perubahan atas aset lancar
dan kewajiban lancar yang berdampak pada kas. Sementara itu, arus kas dari
aktivitas investasi biasanya mencatat dampak perubahan aset tetap terhadap kas,
misal karena pembelian peralatan, penjualan tanah, dsb. Lebih lanjut, arus kas
dari aktivitas pendanaan berasal dari penerimaan kas dari penyumbang yang
penggunaannya dibatasi untuk jangka panjang; penerimaan kas dari sumbangan dan
penghasilan investasi yang penggunaannya dibatasi untuk perolehan, pembangunan
dan pemeliharaan aset tetap, atau peningkatan dana abadi (endowment),
atau dari hasil investasi yang dibatasi penggunaannya untuk jangka panjang.
Semetara itu, ada kalanya organisasi nirlaba
melakukan transaksi yang mengakibatkan perubahan pada komponen posisi keuangan,
namun perubahan tersebut tidak mengakibatkan kas. Misalnya, adanya pembelian
kendaraan operasional dengan utang, sumbangan berupa bangunan atau aset
investasi lainnya. Transaksi sejenis ini (yang tidak mengakibatkan adanya
perubahan kas) harus diungkapkan pada catatan atas laporan keuangan.
Contoh
laporan arus kas menggunakan metode langsung: