CONTOH KASUS PERSENGKOKOLAN
Kasus persekongkolan dalam rangka membocorkan rahasia
dagang/perusahaan (Pasal 23) yang pernah dilakukan oleh perusahaan EMI Music
South East Asia, Arnel Effendi, SH, DEWA 19 (group musik) dan Iwan Sastra
Wijaya. Kasus ini terjadi ketika DEWA 19 memutuskan untuk pindah dari PT
Aquarius Musikindo ke EMI Music South East Asia. Pada awal SEWA 19 membuat
perjanjian dengan PT Aquarius Musikindo dengan No. 001/JS/DW/07/04, tertanggal
12 Juli 2004 yang secara garis besar menyatakan, bahwa : artis secara
bersama-sama (group) maupun perseorangan akan terikat secara formal kepada PT
Aquarius untuk menjual master rekaman artis secara eksklusif sebanyak 1 (satu)
album, yaitu album Laskar Cinta (Vol 4) yang ditambah dengan 4 (empat) lagu
baru lainnya yang akan digabungkan dengan lagu-lagu artis yang telah pernah
beredar untuk kepentingan pembuatan album-album kompilasi atau The Best
(Repackage), dengan jangka waktu keterikatan secara eksklusif sebagai berikut :
1. Artis
akan menyerahkan 4 (empat) lagu baru kepada PT Aquarius dalam jangka waktu
selambat-lambatnya 12 bulan sejak album artis “Laskar Cinta” diedarkan oleh PT
Aquarius;
2. Apabila
di dalam jangka waktu tersebut dalam point a, si artis belum menyerahkan 4
(empat) lagu baru, maka artis masih terhitung terikat dalam perjanjian secara
eksklusif dengan PT Aquarius.
3. Pada
saat belum menyerahkan ke-empat lagu baru sebagaimana telah diperjanjikan,
ternyata DEWA 19 telah memutuskan untuk pindah ke EMI Music South East Asia
karena alasan ingin go internasional. Bukti yang dapat menguatkan terjadi
persekongkolan dalam kasus ini adalah peran Jusak Irwan dan Arnel Affandi, SH
ketika turut serta mengubah beberapa paragraf kontrak antara EMI South East
Asia dengan DEWA 19. Posisi Jusak Irwan yang saat itu sebagai Managing Director
PT EMI Indonesia tidak dapat dibenarkan ikut serta dalam proses penandatanganan
kontrak.
Sebagai anggota Asosiasi Industri Rekaman Indonesia
(ASIRI), Jusak seharusnya memberitahu EMI South East Asia bahwa DEWA 19 sudah
terlebih dahulu terikat perjanjian dengan PT Aquarius Musikindo. Tindakannya
justru menguatkan, bahwa penandatanganan kontrak DEWA 19 dengan PT EMI South
East Asia untuk menghindari pasal 7 dan 9 Buku Putih ASIRI. Apalagi Arnel
Affandi S.H. adalah mantan konsultan hukum PT Aquarius Musikindo yang tentunya
mengetahui sebagian besar isi kontrak antara DEWA 19 dengan PT Aquarius
Musikindo, karena terjadinya penandatanganan perjanjian DEWA 19 dengan PT
Aquarius Muskindo (12 Juni 2004) hanya selang lebih kurang satu bulan sebelum
penandatanganan perjanjian DEWA 19 dengan PT EMI SEA yaitu pada tanggal 19 Juli
2004.
Persekongkolan yang dilakukan oleh EMI Music South
East, PT EMI Indonesia serta DEWA 19, Iwan Sastra Wijaya dan Arnel Effendi
merupakan tindakan melanggar Pasal 23 UU No. 5 Tahun 1999, sehingga dapat
mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat, dan pada akhirnya membuat iklim
usaha tidak kondusif serta merugikan pihak lain (pelaku usaha peasing), yaitu
PT Aquarius Musikindo. Dalam perkara ini yang menderita kerugian atas
berpindahnya DEWA 19 adalah PT Aquarius Musikindo, yaitu sebesar Rp.
4.295.627.881,00, namun KPPU menilai, bahwa kerugian wajar dan riil yang
diderita oleh PT Aquarius Musikindo hanya sebesar Rp. 3.814.749.520,00.
https://ibelboyz.wordpress.com/2012/03/23/hukum-persaingan-usaha-persekongkolan/
CONTOH KASUS PERSAINGAN PASAR
TIDAK SEHAT
Internet sudah merupakan bagian dari kehidupan yang
menghubungkan setiap bagian dari kehidupan kita. Internet merupakan bagian dari
mekanisme telekomunikasi yang bersifat global yang fungsinya menjadi jembatan
bebas hambatan informasi. Perkembangan dunia maya tersebut ternyata membuat dan
menciptakan berbagai kemudahan dalam hal menjalankan transaksi, dunia
pendidikan, perdagangan, perbankan serta menciptakan jutaan kesempatan untuk
menggali keuntungan ekonomis. Peperangan antara Microsoft dengan departemen
Antitrust, dimana perusahaan milik Bill Gates dianggap melanggar ketentuan
tentang hukum antimonopoli, sehubungan dengan program terbaru Microsoft tahun
1998, dituduh dapat merugikan pihak lain karena program “browser” yang dapat
digunakan untuk menjelajah dunia maya itu melekat didalamnya Perkembangan
teknologi informasi (TI) yang demikian cepat tidak hanya menciptakan berbagai kemudahan
bagi pengguna, tapi juga membuka sarana baru berbagai modus kejahatan.
Ironisnya, dari hari ke hari, cybercrime kian meningkat, baik kuantitas maupun
kualitasnya. Meski penetrasi TI masih rendah, nama Indonesia ternyata begitu
populer dalam kejahatan di dunia maya ini. Berdasarkan data Clear Commerce,
tahun 2002 lalu Indonesia berada di urutan kedua setelah Ukraina sebagai negara
asal carder (pembobol kartu kredit) terbesar di dunia.
Microsoft dikenal sebagai penyedia software-software
proprietary, yang artinya, perusahaan akan menutup rapat kode programnya dan
mengelolanya secara rahasia. Di lain pihak, Red Hat adalah distributor Linux
yang merupakan software open source. Software jenis ini bisa dilihat kode
programnya, pengguna juga bebas memodifikasi dan mendistribusikannya kembali ke
orang lain. Red Hat Enterprise Linux, menurut Manager Produk Red Hat, dinilai
sebagai contoh proyek open source yang paling sukses yang pernah dijual secara
komersil. Microsoft belum menunjukkan tanda-tanda akan meredupkan semangatnya
untuk berkompetisi. Tapi, sudah menunjukkan kemauan bekerjasama dengan
rivalnya. Salah satu contoh yang bisa dibilang penting adalah kerjasama dengan
Sun Micrsystems pada bulan April 2004.
Kerjasama tersebut menelurkan kesepakatan
anti-monopoli antara Microsoft dengan Sun, dan keduanya sepakat untuk berbagi
hak paten dan menjamin bahwa produk-produk dari kedua perusahaan tersebut bisa
berinteroprasi.Microsoft juga telah menyelesaikan kasus anti-monopoli dengan
perusahaan pembuat software seperti Burst.com, Novell dan America Online milik
Time Warner
http://fauziaulfa27.blogspot.co.id/2013/06/contoh-persaingan-tidak-sehat.html